Ini
adalah cerita bagaimana akhirnya aku berada di Jabodetabek, sampai hari ini. Cerita
ketika pertama kali berkelana sendirian ke Pulau Jawa, dari Pulau Sumatera.
Semua berlangsung cepat sekali. Tak sampai satu pekan. Kejadian ini sekira
setahun yang lalu. Akhir Februari dan awal Maret 2021. Sebenarnya, ingin
ditulis di tahun lalu, namun selalu tidak sempat karena (sok) sibuk bekerja. Ehehe..
Bagaimana
cerita perjalanan yang sangat cepat dan terekam dengan jelas di ingatan?
Mari kita simak bersama! 😁
Hari
Selasa.
Saat itu
aku sedang mengikuti dua seleksi tes masuk ke perusahaan. Yang pertama di pagi
hari, pukul sembilan. Yang kedua di siang hari pukul satu. Kedua tes berjalan
dengan lancar walaupun tidak terlalu pede.
Untuk tes
perusahaan kedua (selanjutnya kita sebut saja PT. X), yang berlangsung di siang
hari, aku tidak terlalu yakin. Tes tahap pertama aku memang bisa mengerjakan
dengan baik. Soal Bahasa Inggris, sebanyak dua puluh, pilihan ganda. Soalnya “hanya”
mengenai Tenses sederhana saja. Melengkapi To Be (am, is, are, was, were), Preposition
(on, in, at) dan soal-soal yang sangat sederhana. Tidak serumit tes TOEFL.
Aku
lulus di tahap itu. Beberapa orang yang tidak lulus langsung di-kick dari room.
Tahap
kedua yang membuat agak puyeng. Soal Matematika, Fisika dan Kimia dasar. Kalau
di perkuliahan, ada di semester pertama dan kedua. Sebenarnya ini pelajaran SMA
juga. Soal mengenai integral, akar pangkat dan sebagainya, hukum kekekalan
energi, tumbukan dan sebagainya, lakmus merah, lakmus biru, juga mengenai pH meter.
Aku tidak terlalu ingat pelajaran itu.
Nasib
baik, soalnya dalam bentuk pilihan ganda. Yaudah, bismillah. Jawabannya ngasal.
Tebak sembarangan. Kalau emang rejeki, ya Alhamdulillah. Pikirku saat itu.
Hehee.
Pukul empat
sore, tak lama setalah shalat Ashar, aku mendapat email dan SMS. Mengatakan
bahwa aku lulus ke tahap selanjutnya di PT. X. Di hari Jumat harus mengikuti
seleksi Psikotes di kantor mereka. Balaraja, nama daerahnya.
Dan jujur,
mungkin aku kurang riset mengenai perusahaan ini, karena aku mengira akan
ditempatkan di Batam. Setelah searching di Google Maps, ternyata Balaraja bukan
berada di Batam, melainkan di… Kabupaten Tangerang. Iya, Kabupaten nun jauh
dari hiruk pikuk kota Jakarta wokwokw.
Aku kemudian
memberi kabar ke teman yang berada di Jakarta, cuma sharing kebahagiaan saja. Mengakatan
bahwa mau ke Tangerang untuk tes kerja. Dia langsung bilang, “Yaudah berangkat
saja. Nanti nginep di kosku. Tiket berangkat ke sini aku beliin!”
Alhamdulillah.
Walaupun
sejujurnya aku tidak berniat minta apapun dari temanku itu hanya cerita saja,
tapi dia baik sekali membelikan aku tiket.
Siapa
temanku itu?
Teman yang sejak SD dan SMA, selalu bersekolah di tempat yang sama. Orang tua
kami juga sudah saling kenal. Saudara-saudaranya juga kenal. Hanya ketika
kuliah saja yang berbeda. Dia merantau terlebih dahulu ke Ibukota, aku di
Kampus Sriwijaya. Aku pernah cerita di Kunci Motor.
Lanjut di malam
hari, langsung mencari tempat swab antigen yang masih buka. Harganya juga masih
cukup mahal saat itu. Dua ratus ribu rupiah. Teteapi, jangka waktunya bisa dipakai
sampai tiga hari (kalau sekarang cuma sehari).
Hari Rabu.
Suana setahun yang lalu, Bandara cukup sepi |
Aku berangkat
menggunakan maskapai Citilink (padahal PT. X adalah kompetitornya, wkwk) dengan pesawat Airbus A320, dari Bandara Sultan
Mahmud Badaruddin II Palembang (PLM) menuju Bandara Halim Perdanakusumah Jakarta
(HLP).
Pesawat Citilink yang akan dinaiki |
Kali pertama naik pesawat sendiri. Belum tahu caranya. Awalnya agak-agak
bingung, dan benar-benar nampak seperti orang dari kampung yang pertama kali mau
naik ke pesawat. Sempat kesal juga sama petugas di Bandara yang dari caranya seperti
agak memandang rendahku ketika aku banyak bertanya. Tapi yaudah lah. Malu
bertanya sesat di jalan! Ahaha.
Well, sebenarnya
sebelumnya pernah naik pesawat juga, tapi bareng-bareng teman satu angkatan
ketika KKL. Jadi aku tinggal terima beres. (Baca: Pesawat)
Tiba di
HLP sekitar pukul lima sore. Temanku mengatakan bahwa aku harus keluar dahulu,
berjalan kaki menuju geraja yang ada di luar Bandara HLP, barulah kemudian pesan
Gojek di sana. Aku ikutin sarannya. Sampai di Gereja ternyata banyak juga
penumpang yang sepertiku, menunggu di sana. Banyak juga ojek pangkalan (motor
maupun mobil) yang menawarkan jasa. Aku tidak mau. Aku tidak tau daerah ini.
Takut terjadi apa-apa. Kalau menggunakan Gojek, bisa jadi lebih aman karena
dipantau aplikasi. Ehehe.
Tapi para Ojek Pangkalan kreatif juga. Mereka tetap ngotot menawarkan jasa. Mereka
bilang, untuk tarifnya, samakan dengan aplikasi Gojek saja. Aku bilang saja, sudah
dijemput teman (padahal saat itu aku sudah order Gojek lewat aplikasi,
wokwowk). Dan ketika abang Gojeknya dateng, abang ojek pangkalan itu agak
sedikit kecewa dengan nada agak marah, “Lha, katanya dijemput teman, mas?”
Dari HLP
menuju kosan temanku di daerah Jatinegara, memakan waktu sekitar setengah jam.
Tiga puluh ribu ongkos Gojek-nya. Ini untuk pertama kali melihat-lihat Kota Jakarta
dari dekat. Juga melihat sisi lain yang cukup timpang. Di satu sisi ada gedung-gedung
tinggi yang megah, namun di sisi lain, di gang-gang sempit juga ada penduduk
pinggiran yang bisa dikatakan cukup kumuh.
Skip,
skip, beberapa menit menjelang Maghrib akhirnya aku bertemu dengan temanku di kosannya. Yang juga sudah lama
tidak berjumpa. Kosannya bagus. Tapi cukup sempit. Harganya sewanya satu juta
rupiah. Mahal juga ternyata menurut perspektifku, tapi setelah tinggal setahun
di sini, itu adalah harga yang wajar.
Selanjutnya
adalah..
Lanjut nanti
ya. Udah ngantuk. Besok mau sahur! Tunggu
di episode dua aja! 😀