Ghibah-in Tetangga
Baru tadi sore, aku membuka Facebook
di ponsel kesayanganku. Aku mendapati notifikasi dari sebuah postingan bapakku.
Seseorang berkomentar beberapa menit yang lalu, “Waah selamat yaa anaknya
diwisuda!”
Aku kemudian meng-klik notif itu.
Postingan tersebut sangat ramai oleh ucapan selamat, hampir seratus dua puluh
jumlah komentarnya. Semakin scroll ke atas, semakin aku sadar. Postingan
itu sudah sejak delapan bulan lalu, Yaa, artinya aku menjadi pengangguran sudah
selama itu.
Dua hari yang lalu, aku diajak oleh
seorang teman untuk mengunjungi sebuah coffee shop yang baru saja buka.
Sebagai traktiran atas gaji pertama, katanya ketika mengajakku. Aku
mengiyakan. Sejujurnya, aku cukup senang mendengar hal ini. Temanku akhirnya
mendapat pekerjaan yang telah dia idam-idamkan sejak kecil. Aku telah
mengenalnya sejak masih menjadi bocah ingusan. Kami bersekolah di SD hingga SMA
yang sama.
Di sisi lain, aku juga masih merasakan
getir. Ada suatu ruang hampa yang bergetar. Walaupun sekolah kami sama, nasib
kami berbeda. Hampir sembilan puluh lamaran (saat tulisan ini terbit, sudah seratus sepuluh jumlahnya) telah aku apply kemana-mana.
Perusahaan milik negara sampai milik swasta. Dari Aceh, kotanya Cut Nyak Dhien
hingga Makassar, kerajaannya Sultan Hasanuddin. Hasilnya beragam, ada yang
gagal di tahap tes tertulis, ada yang di psikotes, namun lebih banyak yang
tiada ber-khabar. Pandemi Covid-19 benar-benar melumpuhkan roda
perekonomian. Jangankan orang mau cari kerja, yang ada pekerjaan saja banyak
yang di-PHK.
Apa yang kami obrolkan di coffee shop itu?
Tentunya beragam. Mulai dari perkembangan ekonomi dunia, konspirasi elite
global, hingga geo-politik di Timur Tengah. Dan pada akhirnya, tiba pada
bahasan favorit kita semua. Ghibah. Apalagi tetangga sendiri yang jadi
obyeknya. Pasti seru! Hehehe.
Apa itu ghibah? Simpelnya, bisa
diartikan sebagai kegiatan nyinyir alias membicarakan keburukan orang
lain dari belakang. Hal yang diperbincangkan berupa fakta, memang
benar-benar terjadi.
Namun, apabila perbincangannya bukanlah suatu fakta, tidak
benar-benar terjadi, kabar bohong alias hoax maka jatuhnya bukanlah
ghibah, melainkan fitnah. Maju kena, mundur kena. Sama-sama dosa!
Kemudian, level advanced dari nyinyir
adalah namimah. Didefinisikan sebagai membicarakan keburukan orang di
depan orangnya langsung. Kadang juga, namimah disebut sebagai adu domba.
Sungguh mulia sekali perbuatan ini!
Aku masih sangat hafal definisi dan perbedaan antara ghibah, fitnah dan
namimah. Materi ini aku dapatkan ketika pelajaran Pendidikan Agama Islam
di SMA kelas sebelas. Hehehe.
Well, berdasarkan definisi yang telah aku paparkan di atas, aku
sebenarnya ragu untuk menuliskan cerita ini. Awalnya yang hanya per-ghibah-an
antara dua orang, kini menjadi ratusan hingga ribuan orang. Sebab, tulisan ini
tersebar di internet dan dapat diakses oleh siapa saja. Haha.
Namun, karena sudah terlanjur. Yaa udah, silahkan menikmati materi
pergunjingan duniawi ini! Awkwokwk.
***
So, apa kesibukanku saat ini setelah wisuda? Jawabannya simpel, mencari
kesibukan. #Ehh
Selain itu, aku juga membantu ibu berjualan. Kami punya warung
kecil di rumah. Menjual berbagai kebutuhan pokok seperti minyak goreng, mie
instan, gula, gandum, garam, ciki, permen, pulsa, micin hingga rokok.
Aku adalah penjual rokok yang tidak merokok. Aku peduli kepada kesehatan diri sendiri, tapi tidak peduli kepada kesehatan orang lain. Heee~
Saat itu, ada seorang tetangga yang hendak membeli rokok.
“Doo!” Katanya.
“Iya!” Kataku.
“Mau beli nih.”Katanya lagi.
“Beli apa?” Kataku lagi.
“Beli rokok.” Kata orang itu.
“Rokok apa?” Aku mulai kesal.
“Rokok Sam*su.” Orang itu menjawab.
“Berapa batang?” Aku bertanya lagi.
“Dua batang saja.” Dia menjawab pertanyaanku.
“KENAPA KAU TIDAK DARI AWAL LANGSUNG BILANG SAJA, MAU BELI ROKOK
SAM*SU DUA BATANG! AKU TIDAK CAPEK BERTANYA TERUS. WOYY!” Aku bergumam kesal
dalam hati.
Orang itu kemudian meminjam korek untuk menyalakan rokoknya.
Menghisapnya dalam-dalam, sampai ke paru-paru. Setelah itu menghembuskan
asapnya ke wajahku. Memang ga ada akhlak.
“Jadi kamu sudah kerja di mana, Doo?” Dia bertanya sambil
menghisap rokok.
“Masih mencari, om.” Kataku sambil tersenyum.
“Kalau anakku, si Bejo, kini sudah jadi PNS. Dia jadi guru di
salah satu SMA unggulan yang ada di kabupaten sebelah. Nasibnya baik sekali,
wisudanya dapat summa-cum-laude. Habis wisuda langsung ngajar di bimbel.
Tidak lama setelah itu, ada pendaftaran PNS dan langsung diterima. Tidak ada
jadi pengangguran dia. Katanya pun, tidak lama lagi bakal diangkat jadi wakil
kepala sekolah.” Orang itu mulai menyombongkan anaknya.
“Padahal, dulu dia pengen jadi polisi. Tapi aku larang, aku suruh
kuliah saja jadi guru. Guru itu nasibnya terjamin. Terbukti kan hasilnya
sekarang. Coba kamu kuliahnya jadi guru saja, Doo. Tidak usah kuliah di
Fakultas Teknik. Pabrik mana yang sekarang mau terima sarjana teknik, sedang pandemi
seperti ini. Masa depan tidak cerah. Sudahlah, pokoknya jadi guru saja.” Orang
itu kembali meracau tidak jelas.
“Iya, om.” Aku menjawab sekenanya saja, demi menjaga sopan santun.
Heyy, apa hak Anda melarang-larang saya berkuliah di Fakultas Teknik dan menyuruh saya menjadi guru. Kenapa Anda mengatur-ngatur hidup saya! Wqwkqk.
Apakah hanya satu tetangga yang kurang ajar seperti itu?
Tidak, masih ada lagi.
Ceritanya masih sama, terjadi di warung. Seorang bapak-bapak hendak
membeli pulsa. Setelah pulsanya masuk, dia malah mengajakku ngobrol, “Kamu
sudah kerja, Doo?”
“Belum, om. Hehe.” Lagi-lagi, aku menjawab sambil tersenyum.
“Waaah. Kalau anakku, kemarin tamat SMA langsung bekerja jadi
teknisi di tempat pemasangan CCTV. Kini dia telah sangat ahli. Jadi, kalo ada
kerusakan, boss-nya pasti langsung memanggilnya. Lumayanlah, dapat banyak
bonus. Satu bulan bisa sampai sembilan juta rupiah. Sekarang dia mau daftar
kuliah, jadi sambil kerja sambil kuliah.” Orang ini juga membanggakan anaknya
di depanku.
“Iya, om.” Aku hanya menjawab seperti itu. Dia terus nge-bacot tanpa jemu.
Belasan menit kemudian, orang tua itu akhirnya berhenti meracau ketika ada orang lain yang mau
belanja di warungku.
“Sudah dulu yaa, Doo.”
“Iya, hati-hati di jalan om!” Aku tetap terlihat ramah pada
pelanggan dengan rupa seperti apapun.
***
Adakah pelajaran yang dapat diambil dari cerita ini? Menurutku,
ada dua hikmah dari masing-masing persepsi.
Pertama, dari sisi pembeli di warung alias dari sisi orang yang
telah mendapat sesuatu yang diinginkan. Mungkin, kamu boleh bangga, boleh
senang hati atas apa yang telah didapatkan. Siapa dong orang tua yang tidak
senang terhadap anaknya yang telah mendapat pekerjaan dengan gaji lumayan.
Orang tua mana pula yang tidak bangga ketika anaknya menjadi PNS. Pasti orang
tua sangat senang dan bangga akan hal itu. Namun, harus diperhatikan tempatnya.
Apabila orang yang menjadi lawan bicara malah menjadi sedih atau
kesal atau malah iri hati dengan isi pembicaraanmu, baiknya tidak usah
berbicara. Jangan membicarakan anakmu yang telah mendapat pekerjaan, kepada
orang yang belum mendapat pekerjaan. Jangan membicarakan tentang penatnya dunia
perkuliahan, kepada orang yang tidak kuliah. Jangan membicarakan keuntungan
bisnismu yang sedang melimpah ruah, kepada orang yang bisnisnya baru saja
hancur berantakan. Jangan bicara tentang lelahnya kaki yang dipakai untuk berjalan dan berlari, kepada orang yang tidak punya kaki. Jangan! Kehadiran dirimu malah menjadi masalah baru.
Pelajaran kedua, dari sisi aku si penjual di warung alias dari
sisi orang yang belum mendapat sesuatu yang diinginkan. Baiknya, kita tidak
usah terlalu ambil pusing terhadap perkataan orang. Anggap saja angin kentut
yang telah berlalu. Tidak usah baper. Kita harus tetap selalu mensyukuri
apa-apa yang telah kita dapatkan.
Kita bisa bersekolah, bisa berkuliah di perguruan tinggi, atau
bisa hidup di dunia. Adalah perkara-perkara yang harus benar-benar disyukuri.
Ada berapa banyak anak-anak yang tidak ada biaya untuk bersekolah. Berapa
banyak pula yang tamat SMA, namun tidak lulus tes masuk perguruan tinggi
negeri. Berapa banyak yang mau kuliah di swasta, namun terhalang biaya. Banyak
sekali kalau dipikir-pikir.
Ingatlah, rezeki tiap-tiap orang berbeda-beda bentuknya,
berbeda-beda waktunya. Semuanya ada di tangan-Nya. Kalau kata pepatah, setiap
masa ada orangnya, setiap orang ada masanya. Tidak usah risau, apabila
memang rezeki kita, sudah pasti rezeki kita. Tidak akan lari. Rezeki tidak akan tertukar.
Oh yaa, terakhir. Toloong, kepada om pertama yang beli rokok dan
om kedua yang beli pulsa kalau kau baca tulisan aku ini. Ingat, yaa! Aku tidak peduli dengan anak kalian. Mau jadi
PNS kek, mau jadi teknisi kek, bahkan mau jadi koruptor atau teroris pun. Aku
tidak peduli!!
Keuntungan dari rokok dua batang, hanya lima ratus rupiah.
Keuntungan pulsa juga tidak besar, hanya seribu rupiah. Untung lima ratus dan
seribu rupiah, tidaklah sebanding dengan lelahnya aku mendengar bacotan tentang
anak-anak kalian. Sekali lagi, Aku tidak peduli!
***
Jadi, apakah kisah dalam tulisan ini benar-benar terjadi, atau hanya sebuah kisah fiksi?
Aku malas untuk memberi informasi, silahkan nilai sendiri.
Yang terpenting, ada hikmah yang bisa digali. Hihiii..
Eniho, tulisan ini adalah tulisan yang diikutsertakan dalam Paid Guest Post #2-nya Mbak Eno - Creameno, dengan tema dua hal yang dipelajari dari 2020. Namun, saat itu aku belum berkesempatan menang, wkwokw.
Walopun belum menang, belio memberi kami, para peserta berupa hadiah kenang-kenanangan notebook cantiq. Lumayan, di sana aku bisa menulis ide-ide gila untuk tahun 2021. Oh yaa, permohonan maaf kalo fotonya tidak sebagus dengan teman blogger lain. Maklum, aku tidak pandai mengambil foto, ehehe.
Well, semoga tahun depan menjadi lebih baik. Dan post ini, adalah post terkahir di tahun 2020.
Sampai jumpa!
Tags:
Cerita
66 komentar
Semangat Kak Dodo, bener jgn mudah baper.. Eh, saya jg baper soalnya tulisan ini ada bawangnya.. dan hanya wong Palembang yg bilang terigu itu gendum (gandum) hehehe..
BalasHapusDuluuu, saya juga sempet bete lho kalau ada ortu yg memuji2 anaknya di depan saya. Pikir saya lebay.. Ga taunya.. Orangtua saya juga begitu kalau menceritakan tentang saya (padahal menurut saya, hidup saya biasa2 aja, lho).
Eh, pas sudah punya anak, saya baru paham, ternyata bagi orang tua itu ga ada hal lain yg lebih membahagiakan selain anaknya. Mau anaknya baru bisa tengkurap sendiri (ini tahap perkembangan yg sewajarnya) sampai bisa lulus kuliah itu sama2 membuat hati hangat dan bangganya luar biasa.
Orangtuaku, seingatku tidak membanggakan aku di depan orang lain mbak. Sebab udah ku wanti wanti sebelumnya wkwkwk.
HapusBahkan, untk posting di facebook acara wisudaanku aja, aku sejujurnya keberatan. Aku tidak mau publish hal ini, tapi biarkan deh... Mungkin ini adalah salah satu ekspresi bangga mereka atas pencapaian prestasi anaknya #eaaakk
Ortu saya ga mempan begitu, malah saya dikasih jawaban "ntar ngerti rasanya kalau sudah punya anak sendiri"
HapusEhiya ada bebernya juga.
Semangaaatt bantu mamak dan berkarya di bidang2 lain. Siapa tahu terbuka pintu rezeki yg memang tidak sesuai jurusan kuliah.
Semangat dodooo, semoga segera terbit solo book-nya
BalasHapusTerima kasih mbak Halah. Kalo udah terbit, jangan idak dibeli eeh wowkwowk
HapusHohoo uculnya seperti angin kentut...
BalasHapusYaaa sepakat kak, ada kalanya pertanyaan itu cukup dipikirkan seperti angin kentut. Tidak perlu dipikirkan berlama-lama, karna itu out control yang memang memang berada diluar kontrol kita haha.
Kalo kata adik tingkat saya, jangan membicarakan makanan pada orang yang belum makan.
Semoga kelak kita bisa sama-sama menghargai satu sama lain. Baik nanti ketika kita sudah di atas atau masih di bawah. Kita perlu memikirkan perasaan orang apakah bahagia atau sedih ketika melontarkan pertanyaan/kalimat eaaa
Setuju sekali kalo kita jangan membicarakan makanan pada orang yang belum makan.
HapusDan semoga ke depan, semakin banyak orang yg saling menghargai yaaak
Jualan warung juga sudah termasuk rejeki. Biarpun sedikit tapi yang penting halal dan ada rejeki buat makan.
BalasHapusTapi memang nyebelin kalo ada yang ngomongin kelebihan orang lain di depan kita. Bahkan yang lebih parah udah nyombong masih ditambah sedikit bohong.
Misalnya omset usahanya sehari cuma sejuta, tapi bilangnya 10 juta. Sebulan katanya dapat untung 30 juta, tapi anehnya tiap mau bayar kredit motor kelabakan.
Tapi namanya bertetangga ada enaknya ada kurang enaknya. Biarpun agak eneg, setidaknya mereka masih mau ngobrol, ngga cuek.
btw, jualan warung dan jual warung beda yaaak om Agus hahaa
HapusKak Dodo, baca tulisan ini, aku lumayan nyesek. Aku tau banget gimana rasanya jadi pengangguran berbulan2.. Karena aku pun masih begitu.. Temanku yg diwisuda lebih setelah aku, udah ada yg dapet kerja, sementara aku belum. Akhir2 ini, aku berusaha meminimalisir kontak dengan orang karena rasanya gak enak kalau ditanya, sekarang udah kerja belum, atau sekarang kesibukannya apa. Ini benar2 tahun yg berat banget ya, terutama buat para fresh graduates.
BalasHapusAyoo semangat buat kita semua Mba Sekar! 😀😀
HapusAku cuma bisa bilang yang sabar dan tabah ya, tetap berusaha menjadi pendengar yang baik, bagi sang penjual 😂. Hikmah lainnya, Kadang dengan saling mendengar dan bercerita seperti ini, hubungan antara pelanggan dan penjual bisa jadi lebih dekat juga, jadi seorang pelanggan akan terus datang kembali ke warung tsb karena udah merasa "nyaman" belanja di sana hahaha.
BalasHapusHahaha, mereka nyaman. Gue yg nyesek 😂😂
Hapuswelcome to real world Dodo. Memang habis lulus dari bangku sekolah itu rasanya berat. Jalan tiap orang pasti lain-lain. Ada yang langsung dapat pekerjaan, ada yang harus ngelamar beribu-ribu surat lamaran hingga bisa dapat pekerjaan. Tapi jangan patah semangat dan putus doa. Tuhan akan berikan yang terbaik di waktu yang terbaik. 😊 Anyway, sembari nunggu panggilan kerja, mungkin bisa juga loh mengembangkan bisnis warung keluarga. Dari yang cuma warung sederhana, dibuat lebih baik. Misal dibikin pencatatan keuanganan, pencatatan stok, dari situ akan ketauan kan laba/rugi sebulan berapa, inventorynya gimana. Barang apa saja yang laku keras, stok First in First outnya bagaimana, mengingat barang warung itu kan ada waktu kadaluarsanya. Mana tau dari situ, akan bertambah dari 1 warung, jadi 2 warung. 😁 Tentu menjadi sebuah kebanggaan tersendiri daripda jadi budak korporat, menjadi pengusaha yang memberikan lapangan pekerjaan bagi warga sekitar kan ^^
BalasHapusSemangat ya Dodo!!!
Waah, benwr jg yaa mbak. FIFO jg pernah belajar di kuliah, dalam teori manajemen. Boleh jadi ke depan warung ibuku jadi lebih profesional eaaak
Hapusiya kak, nerusin bisnis keluarga juga ga ada salahnya karena kan sudah ada nama dan dikenal orang-orang sekitar...Tinggal kita atur supaya lebih baik lagi bisnisnya hehe
HapusSemangaat yaa Mas Dodo! Aku inget dulu jaman2 baru lulus n lg job hunting. Setiap ada yg pasang status 'alhamdulillah', pasti lngsng pd japri, ciee udah keterima kerja yaa.. Hahaha.. dipikir2 dulu sebegitu insecurenya temen2 saat ada yg udah keterima kerja n kita blm. Tp pd akhirnya masing2 menemukan jalannya masing2. Dan aku yakin, mas dodo jg sbntr lg akan begitu. Semoga sgra dpt kerjaan yg diinginkan ya mas..
BalasHapusAamiin, terima kasih banyak mbak
HapusIntinya gini saje Do...Jangan perneh lihet atau gosipin tetangge luh, terlebih jike die digosipin karena kesuksesannya.😊
BalasHapusAkan lebih bagus perbaiki diri kite agar bise lebih Sukses dari tetangge kite dengan berusahe sebaik mungkin....Terlebih inie awal mau akan awal tahun 2021 tetap semangat.💪💪💪 Yeee jangan sampai semaput.🥴
Jangan perneh itu pegimane cing hahaha
HapusIni gegara postingan di blognya ncing nih, kite jadi ikut komen pake bahase Betawi hahaha
Tetap Semangat Mas Dodo.. Mungkin belum saatnya. Nikmati saja yang ada dulu dan jangan putus asa..
BalasHapusTerima kasih bang Ancis..
HapusAku belajar dari Bapak. Katanya kalau ada orang nyinyir gak usah ditanggapi. Pura-pura dengar saja, padahal pikiran kemana-mana, hahaha. Dulu aku sering dibanding-bandingkan karena pilihan hidupnya "beda". Kalau aja aku terlalu dengar kata orang mungkin aku gak jadi diri sendiri dan cari aman :)
BalasHapusNanti ada saatnya, percayalah. Semenjak ada covid aku malah diberhentikan dari sekolah tempat aku bekerja (nah, jadi guru juga bukan jaminan "terjamin", kan). Tapi sembari menunggu sekolah buka kembali ya aku lakukan saja apa yang bisa. Selamat tahun baru, ya :)
Aselii, ngeselin banget kalo dibanding bandingin...
HapusYa ampun kok kesal ya sama boomers yang suka membanding-bandingkan karier orang. Apa daya hamba yang belum pernah apply lamaran ke perusahaan :')
BalasHapus:") semangat bos halal
HapusKenapa aku jadi salfok sama kata kentutnya ya 🤣
BalasHapusBtw, semangat mas Dooooo. Anjing menggonggong khafilah berlalu~
Menyakitkan memang dengar hal semacam itu. Mas Do bisa sabar ya, kalo aku udah nggak tahu lagi deh bakal ngomong atau pasang wajah gimana 🤣🤣
Aku pun nggak suka kalo ortu nyeritain aku di sodara2. Mungkin nggak sadar ngebanggain gtu ya. Biasanya kalo begtu di depanku aku lgsng melotot dan ibu seketika kicep sadar 😆
Usul Mas Do, warungnya bisa di online kan. Di masukkan e-commerce huehue
Semangaatttt tahun baruuu maass ✨
anjing emang sih #ehh
HapusSemangat mas Dodooooo hehehehe, tulisan ini dari awal saya baca sudah menarik perhatian saya 😆
BalasHapusBy the way, mas Dodo jangan kawatir, yang penting tetap jalani hidup dan berusaha semaksimal yang mas Dodo bisa. Nanti akan ada waktu yang tepat untuk mas Dodo mendapatkan hak, mas 😁 Sambil menunggu saat itu tiba, mas Dodo bisa keep upgrade skill dan ilmu pengetahuan 😍
All the best for you mas, saya doakan mas Dodo bisa segera dapat pekerjaan 🎉
Aamiin, terima kasih banyak yaa mbak eno
HapusPesan yang disampaikan membuatku terharu, tetap semangat ya kak dan buat kita semua. Semoga kak dodo cepat mendapat pekerjaan dan bisa membungkam ucapan-ucapan mereka yang menghina dengan cara tidak memgotori tangan, *hadeh ngomong apa sih aku, awokawok
BalasHapusSemangat Puspita, mumpung masih muda masih jadi mahasiswa hahaa
HapusHi mas Dodo,
BalasHapusWaaw memang ya kalau dibanding-bandingkan itu mengesalkan! Aku setuju banget rasanya digitukan apalagi sampai diejek huaaa.. harusnya jangan dikasih rokok mas, mending di suruh beli lakban, supaya dia bisa melakban mulutnya haha.. walaupun savage, tapi emang gitu perasaanku kalau dibandingkan hahaha.. #guyoon 😂
hiihih, pen tak hih, pen ngelakban mulut tu orang orang hahaaa
HapusKebayang ya bagi yang wisuda pas pandemi ini, begitu sulit cari kerjaan.
BalasHapusJadi mengingatkan saya dulu juga menganggur setahun.
Padahal bukan pandemi hehehe.
Semangat Do, terus usaha, pada waktunya pasti bakal tercapai impiannya :)
Semangat semangat!!
HapusMakasih yaa mbak Rey
Pesannya siip banget Mas, intinya harus bisa menghargai orang yang kita ajak bicara dan jangan baper sama omongan orang ya.
BalasHapusSemangat terus ya Mas, semoga dimudahkan semua urusan dan tercapai impiannya aamiin
Aamiin...
Hapushuaaaahhhhh mas Dodoooo, aku ingin tos nih. ngakak, gemes, sedih. pokoknya aku tahu rasanya menjadi 'pedagang' yg kamu ceritakan, terlepas itu cerita nyata atau fiksi. Banyak hikmah yang bisa diambil memang, tp enegnya itu yak. nggak ilang2, sepakat banget sih laba 2 batang rokok dan pulsa nggak seberapa, tp bacotnya astaga. eh ikutan ngegas! wwkwk
BalasHapushuaaah hahaa, bener 2 batang rokok emang ga sebanding sihh :))
HapusSabaaaaar, ya Doo ..., lapangkan hatimu dan abaikan omongan nyinyiran orang.
BalasHapusKudoakan Dodo tahun ini bisa dapat panggilan interview kerja dan lolos rekruting jadi staff, Amin.
Aamiin.. Eh tapi kenapa doanya hanya sebatas jadi staff yaa kang hehee
HapusApa kabar aku yang selalu ditanya kerja dimana? Aku jawab aja di rumah sambil senyum-senyum. Biarlah mereka menyimpulkan sendiri wkwk
BalasHapusHiiihihi
Hapusnon smoker tapi menyediakan rokok buat para smoker hihi...ga pa pa lah do..kan rokok juga masih blon dilarang kan di sini hehe..yang penting bener tuh sembari nunggu panggilan kerja ya mencari kesibukan yang bermanfaat..kayak gini bantu orang tua yekan
BalasHapusmong omong aku jadi ingat bahasan skripsiku do tentang rokok kretek dan rokok putih dulu hahhahahhaha
ya bgitulah memang hidup di rimba raya sosial kemasyarakatan ya harus siap gitu, ibaratnya ga semua orang itu nyenengin, ada yang rese tapi ga sadar kalau dirinya rese hihiii...telan aja do telan..itang itung latihan mental karena dunia yang sesungguhnya selepas kuliah lebih keras lagi #eaaa...e tapi ya ga gitu juga sih asal kitanya hapoy insyaAlloh mah ntar dimudahkan jalannya termasuk perkara tentang rejeki...rejeki kerjaan misalnya..smangat do
Waah keren mbak. Apabila berkenan, apakah boleh aku membaca skripsinya? Jujur aku penasaran bingitss
HapusOrangtua emang gitu, lho. Ngomongin anaknya ke tetangga2 karena bangga misalnya anaknya udah lulus trus diterima bekerja di perusahaan X, misalnya. Kalaupun belm dapat rezeki, biasanya orangtua kita bakalan tetep semangat ngobrolin anaknya dengan siapapun, ga ngejelekin hehehe. Semangat ya.
BalasHapusSemangat semangat!! Makasih yaaak mbak :D
HapusYang sabar, mas... Semua orang punya rentang waktunya dan cara hidupnya sendiri-sendiri. Kadang omongan orang bikin kita goyah. Yang penting tetap stay on track aja
BalasHapusSiapp terima kasih kang
HapusLet them be Do.. nggak usah dipikirin. Faktanya pertanyaan2 seperti itu nggak bakal ada habisnya...
BalasHapusNtar giliran kitanya yg udah kerja.. topik nyinyirnya bakal keganti jadi "kok nggak nikah2??" ZZZzzzz
Nggk bakal ada ujungnya.. hehe
Semangat yah Do... yang penting jangan menyerah...
Omongan orang mah nggk udah dipikirin. Kadang mereka ngomong sukanya nggk dipikir dlu, kaya nggk ada topik yg lain...
bener.. banyak yg ga mikir lagi yaak kalo ngomong :D
HapusYahh begitulah perilaku orang gak bisa kontrol.. Balik lagi ke diri sendiri.. Mencela balik, atau diem bodo amat.. Pelajarannya sih jangan bicara makanan di dpn org laper.. 😢
BalasHapusseperti judul buku, sebuah seni untuk bersikap bodo amat
HapusS a b a r dan s e m a n g a t kak hehe
BalasHapusSesekali,bodoh amat itu penting sepertinya.
s e m a n g a t d a n t e r i m a k a s i h :D
HapusDasar di om om yang hobi pamerin anaknya ya. Kalo sekedar pamer mah ya masih bisa ditoleransi si. Tinggal pura-pura tuli aja, ngga usah didengerin. Lah ini yang ngatur-ngatur, dengan membanding-bandingkan segala juga wkwk benar-benar bikin hati jadi mendidih
BalasHapusmemang nian om om nih
HapusIni sih saya banget, Mas Dodooo. Udah setahun lulus kuliah tapi belum dapet pekerjaan di sektor "formal", jadinya tetangga-tetangga dan kerabat dekat ngiranya saya ini pengangguran. Padahal yah seperti yang Mas baca di blog saya kan sebenarnya nggak begitu. Tapi saya males ngejelasin kalau saya sebenernya udah bekerja (cuma nggak seperti yang dibayangan orang-orang aja) takutnya nanti malah jadi perdebatan yang berbuntut panjang, huhuhu.
BalasHapusSaya juga pernah ikut tes CPNS tahun 2020 lalu, itu pun hasil paksaan orang tua. Sayanya memang nggak niat, jadi belajar pun asal-asalan. Tuhan memang Maha Adil, daripada posisi dengan tanggung jawab penting seperti itu diserahkan ke saya yang jelas-jelas nol passion-nya, jadilah saya gagal lolos ke tahapan selanjutnya. Lebih baik diberikan ke orang yang benar-benar bertanggung jawab besar di situ, jadi saya fine-fine aja (walaupun orang tua agak kecewa sesungguhnya huhu).
Membaca cerita ini jadi mengingatkanku pada peribahasa "ignorance is bliss", apalagi untuk menanggapi buibu atau pak-bapak yang doyan kepoin + nasehatin kita biar begini-begini begitu, hehehe. Semangat terus Mas Dodo! Semoga tahun 2021 membawa nasib lebih baik buat kita semua :)
Terima kasih udah membaca tulisan saya mbak..
Hapusaamiin, semoga tahun ini menjadi lebih baik bagi kita yaaakk
Waah saya langsung teringat kata² dari sahabat SMA ku "Jangan membicarakan kaki pada orang yang tidak punya kaki" yang kala itu dia sangat sedih tidak bisa bareng ngobrol karena topik yang dibahas tidak diketahui nya... Lantas Alhamdulilah selalu ku terapkan ini dimanapun😊 Tetap selalu memikirkan bagaimana perasaan orang lain, pedulilah dan hargailah.
BalasHapusBagus kali kak👍✨
naah, itu. Jangan bicara ttg kaki pada orang yg tak punya kaki..
Hapusmak jleb syeqalii
Sebagai seorang yang terlihat menganggur tulisan ini relate banget🙃 sebenarnya turut senang kalau ada orang tua yang banggain anaknya tapi kalau udah sampai menyinggung, secara sengaja membandingkan itu yang rada bikin kesal😆
BalasHapussetujuu, rejeki bisa berupa apa aja
BalasHapuskadang nih dengerin orang lain nyinyir rasanya pengen gimana gituu, antara pengen ikutan nimbrung jadi pendengar setia atau malah ngompor ngomporin
lahh apalagi kitanya yang mulai duluan topik nyinyirnya hehehe, godaan emang ya
aku rasa semua orang tua pengen menjadikan, melihat anaknya sukses, sapa juga yang ga mau liat anaknya sukses, cuman indikator sukses tiap orang tua beda beda juga dan tergantung sudut pandang nya juga
Aku yg baca ikut kesel do. Contoh tamu/pembeli yg ga punya etika yaaa, menyombongkan yg dia punya ke org lain. Aku termasuk benci Ama tipe org begini :(.
BalasHapusTp ngerti posisimu saat itu, sebagai penjual kita ga mungkin kasar Ama pembeli.
Semangaaaat do, rezeki itu urusan Tuhan. Tugas kita berusaha dan trus berdoa, Ama sedekah jgn lupa. Sekecil apapun, aku percaya itu bisa memperlancar rezeki :)
Bekerja pada hobi yang digaji sungguh mengasikan
BalasHapus