Pernikahan Impiannya Orang Ansos
Pekan ini.
Di komunitas blogger kampus yang aku ikuti; Blogsri Uhuy! memiliki tema kepenulisan. Setiap bulan kami memiliki tema khusus.
Tema kali ini adalah.. Nikah.
Agak absurd memang tema ini, namun ternyata adalah aku yang mengusulkan tema ini. Sungguh absurd diriku.
Jleb!
Pekan lalu.
Di komunitas belajar speaking bahasa Inggris yang aku buat; kami biasa bercakap-cakap melalui voice call atau video call dengan suatu topik yang ditentukan. Biasanya kami melakukannya tiga kali dalam sepekan.
Tema kali itu adalah.. How your wedding party dream is.
Agak absurd memang tema ini, namun ternyata adalah aku yang mengusulkan tema ini. Sungguh absurd diriku.
Di komunitas blogger kampus yang aku ikuti; Blogsri Uhuy! memiliki tema kepenulisan. Setiap bulan kami memiliki tema khusus.
Tema kali ini adalah.. Nikah.
Agak absurd memang tema ini, namun ternyata adalah aku yang mengusulkan tema ini. Sungguh absurd diriku.
Jleb!
Pekan lalu.
Di komunitas belajar speaking bahasa Inggris yang aku buat; kami biasa bercakap-cakap melalui voice call atau video call dengan suatu topik yang ditentukan. Biasanya kami melakukannya tiga kali dalam sepekan.
Tema kali itu adalah.. How your wedding party dream is.
Agak absurd memang tema ini, namun ternyata adalah aku yang mengusulkan tema ini. Sungguh absurd diriku.
Jleb!
Bagaimana ceritanya?
Mari disimak.
Cekidot!
***
Sejak pertengahan Maret, ibadah pernikahan di negara kita tercinta menjadi sedikit berbeza. Ibadah pernikahan hanya boleh dilakukan di KUA. Boleh juga jika mau dilaksanakan di rumah, namun tamu yang diundang hanya sedikit. Hanya keluarga saja. Dan jangan lupa, resepsi (pesta) pernikahan juga tidak boleh dilakukan.
Bagaimana ceritanya?
Mari disimak.
Cekidot!
***
Sejak pertengahan Maret, ibadah pernikahan di negara kita tercinta menjadi sedikit berbeza. Ibadah pernikahan hanya boleh dilakukan di KUA. Boleh juga jika mau dilaksanakan di rumah, namun tamu yang diundang hanya sedikit. Hanya keluarga saja. Dan jangan lupa, resepsi (pesta) pernikahan juga tidak boleh dilakukan.
Maka, pernikahan di kala pandemi, hanya boleh ada acara akad nikah saja.
Ini terjadi di keluargaku, salah satu sepupuku menikah.
Acaranya? Yaa, hanya akad saja. Tidak boleh ada resepsi seperti yang telah aku sampaikan.
Tetangga kanan-kiri juga tidak diundang. Hanya keluarga dekat (Pakdhe, Budhe dan anak-anaknya saja) yang menghadiri acara itu.
Baca juga;
Mamak sempat berceloteh kepadaku, "Kasihan ya, mbakmu itu. Acara pernikahannya hanya boleh akad saja. Tidak ada resepsi."
Aku tidak sepenuhnya sepakat dengan apa yang belio sampaikan. Kenapa?
Ingatanku kembali terbang ke dua tahun yang lalu.
Gawai bergetar, tanda ada notifikasi pesan dari salah satu aplikasi penyedia chat; WhatsApp. Di salah satu grup, tersebar cerita mengenai pernikahan sepasang anak manusia di Surabaya yang berbiaya cukup hemat.
Pertama, mereka tidak mencetak undangan di kertas. Undangan hanya dikirimkan melalui WhatsApp dengan format .pdf dan para tamu undangan harus mengirim konfirmasi kehadiran melalui Google Form. Hal ini mungkin untuk mendata dan memerkirakan akan ada berapa tamu yang hadir, dan memudahkan panitia konsumsi.
Jika akan ada seribu tamu yang diundang, dengan asumsi satu undangan cetak seharga Rp 5.000. Maka mereka sudah menghemat lima juta rupiah untuk biaya cetak undangan (Rp 5.000 × 1.000 orang = Rp 5.000.000,00) .
Undangan via WhatsApp gratis dan simpel. Hanya bermodal kuota internet saja. Hahaha.
Hal unik lain dalam undangan tersebut, tertulis pula rundown acara lengkap dengan waktunya.
Acara dimulai sejak pukul tujuh pagi.
Kedua, acara mereka dilakukan di masjid. Akad sekalian resepsi. Artinya, mereka menghemat biaya untuk sewa gedung, atau kursi dan tenda, hingga sound system untuk orgen tunggal yang katanya bisa mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah.
Keuntungan lain adalah, karena dilakukan di masjid, tamu laki-laki dan perempuan tempatnya dipisah. Para tamu juga diimbau sekalian melaksanan shalat Dhuha terlebih dahulu, dan pasti tidak akan ada orgen tunggal!
Ketiga, karena acara dilakukan pagi. Maka konsumsi yang disajikan untuk tamu adalah berupa makanan khas sarapan. Biaya konsumsi untuk satu orang ditaksir hanya sekitar lima belas ribu rupiah. Bayangkan jika konsumsi menggunakan jasa catering untuk makan siang, biaya ditaksir mencapai lima puluh ribu rupiah untuk satu orang. Lagi-lagi, berapa banyak uang yang sudah mereka hemat. Aku berani menaksir total biaya yang telah dihemat bisa mencapai ratusan juta rupiah.
Keempat, mereka tidak menyediakan 'kotak sumbangan'. Jadi, di undangan mereka telah mengatakan kepada tamu untuk tidak membawa hadiah ataupun amplop.
Jadi, jika kamu berfikir mereka pelit. Aku rasa, tidak. Toh mereka menolak hadiah, dan ayah darimembelai mempelai wanita adalah pengusaha terkenal di Indonesia. Pak Iman Supriyono. Selain menjadi seorang pengusaha, beliau juga merupakan penulis buku tentang bisnis. Banyak buku maupun artikel bisnis yang telah beliau telurkan.
Di kemudian hari, ternyata aku bertemu dengan Pak Iman Supriyono dalam suatu acara sharing mengenai bisnis di Palembang. Saat itu aku tidak sadar bahwa beliau adalah orang di balik cerita yang viral di WhatsApp dua tahun lalu.
Ini adalah foto peserta dengan Pak Iman. Aku meng-uploadnya di instagram.
Dan ternyata, ada orang lain yang menuliskan ulang cerita Pernikahan putrinya Pak Iman di blog ini. Juga diberitakan pula oleh website pwmu.co.
Aku telah membaca tulisan itu dengan saksama dan tempo yang tidak sesingkat-singkatnya.
Setelah itu, aku mengambil inisiatif. Aku mengirimkan link tulisan tersebut ke beberapa teman perempuanyang menjadi incaran untuk aku jadikan bojo.
Jika kamu salah satu orang yang aku kirim link tersebut, berarti kamu adalah orang yang beruntung. Wkwk.
Eh, ngga ding. Bercanda!
Banyak dari mereka - para teman perempuanku - yang tidak sepakat dengan konsep pernikahan seperti itu.
Salah seorang dari mereka berkata seperti ini, sebut saja namanya si dia.
"Aku kasih tulisan ini ke Ummiku, kak. Kata Ummi, mereka pelit sekali karena konsep pernikahan seperti itu. Padahal kan pernikahan itu sekali seumur hidup. Harusnya acaranya lebih meriah."
Si dia memanggilku kak karena aku adalah kakak tingkatnya di kampus. Btw, gawaiku barusan berdering. Si dia baru saja mengirim pesan singkat di WhatsApp. Hampir saja aku menulis nama aslinya di sini, wkwkwk.
Apakah ini sebuah pertanda? #Eaa
Oke, lanjut. Bagaimana korelasinya?
As you know, di cerita sebelumnya aku adalah orang yang cenderung anti sosial alias Ansos. Atau mungkin juga introvert (?).
Sulit bagiku untuk bertemu banyak orang, aku sudah membayangkan di hari pernikahanku nanti aku akan bersalaman dengan banyak orang tidak aku kenal selama berjam-jam.
Waah, aku akan sangat tidak nyaman dengan kondisi seperti itu. Sungguh.
Kemudian, kalau kamu memang mengenalku sejak lama, aku adalah orang yang cukup hemat (pelit) dalam urusan uang. Apalagi urusan resepsi pernikahan yang memakan biaya besar seperti ini. Aku akan merancang biaya yang sangat super hemat untuk acara seperti ini.
Pasca akad nikah, akan ada anak orang yang harus aku kasih makan setiap hari.
Dan itu butuh uang, wkkwkw.
Maka, aku sangat mengimpikan konsep pernikahan seperti anaknya Pak Iman tadi. Dari keempat konsep, tiga konsep akan aku terapkan. Kecuali konsep keempat.
Aku masih tetap akan senang hati menerima hadiah dan amplop dari kalian, kawan!
Hahaha.
Jika hari biasa, tidak ada musibah pandemi seperti ini. Aku akan melakukan pernikahan dengan cara minimalis. Tidak mengundang tetangga, hanya keluarga dekat.
Akan banyak bisik-bisik tetangga, tuduhan yang bukan-bukan seperti....
"Pasti itu hamil duluan"
Haha.
Aku rasa, konsep pernikahan seperti putrinya Pak Iman. Jika diterapkan di lingkunganku, hanya akan cocok dilaksanakan pada suasana pandemi Covid-19 seperti ini. Malahan, memang harus dilakukan seperti ini.
Kalau kamu mau "foya-foya" pesta seperti biasa. Hal ini tidak akan bisa, dilarang pemerintah.
Dan mungkin, jika besok aku datang ke rumah si dia dan menemui Ummi.
Aku yakin. Ummi pasti menyetujui konsep pernikahan sederhana yang aku bawa.
Hahaha.
Ini terjadi di keluargaku, salah satu sepupuku menikah.
Acaranya? Yaa, hanya akad saja. Tidak boleh ada resepsi seperti yang telah aku sampaikan.
Tetangga kanan-kiri juga tidak diundang. Hanya keluarga dekat (Pakdhe, Budhe dan anak-anaknya saja) yang menghadiri acara itu.
Baca juga;
Mamak sempat berceloteh kepadaku, "Kasihan ya, mbakmu itu. Acara pernikahannya hanya boleh akad saja. Tidak ada resepsi."
Aku tidak sepenuhnya sepakat dengan apa yang belio sampaikan. Kenapa?
Rombongan Keluarga Besan; Akad nikah sepupuku |
Ingatanku kembali terbang ke dua tahun yang lalu.
Gawai bergetar, tanda ada notifikasi pesan dari salah satu aplikasi penyedia chat; WhatsApp. Di salah satu grup, tersebar cerita mengenai pernikahan sepasang anak manusia di Surabaya yang berbiaya cukup hemat.
Pertama, mereka tidak mencetak undangan di kertas. Undangan hanya dikirimkan melalui WhatsApp dengan format .pdf dan para tamu undangan harus mengirim konfirmasi kehadiran melalui Google Form. Hal ini mungkin untuk mendata dan memerkirakan akan ada berapa tamu yang hadir, dan memudahkan panitia konsumsi.
Jika akan ada seribu tamu yang diundang, dengan asumsi satu undangan cetak seharga Rp 5.000. Maka mereka sudah menghemat lima juta rupiah untuk biaya cetak undangan (Rp 5.000 × 1.000 orang = Rp 5.000.000,00) .
Undangan via WhatsApp gratis dan simpel. Hanya bermodal kuota internet saja. Hahaha.
Hal unik lain dalam undangan tersebut, tertulis pula rundown acara lengkap dengan waktunya.
Acara dimulai sejak pukul tujuh pagi.
Kedua, acara mereka dilakukan di masjid. Akad sekalian resepsi. Artinya, mereka menghemat biaya untuk sewa gedung, atau kursi dan tenda, hingga sound system untuk orgen tunggal yang katanya bisa mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah.
Keuntungan lain adalah, karena dilakukan di masjid, tamu laki-laki dan perempuan tempatnya dipisah. Para tamu juga diimbau sekalian melaksanan shalat Dhuha terlebih dahulu, dan pasti tidak akan ada orgen tunggal!
Acara pernikahan mereka yang diadakan di Masjid. Sumber pwmu.co |
Ketiga, karena acara dilakukan pagi. Maka konsumsi yang disajikan untuk tamu adalah berupa makanan khas sarapan. Biaya konsumsi untuk satu orang ditaksir hanya sekitar lima belas ribu rupiah. Bayangkan jika konsumsi menggunakan jasa catering untuk makan siang, biaya ditaksir mencapai lima puluh ribu rupiah untuk satu orang. Lagi-lagi, berapa banyak uang yang sudah mereka hemat. Aku berani menaksir total biaya yang telah dihemat bisa mencapai ratusan juta rupiah.
Makanan ketika acara pernikahan mereka. Sumber pwmu.co |
Keempat, mereka tidak menyediakan 'kotak sumbangan'. Jadi, di undangan mereka telah mengatakan kepada tamu untuk tidak membawa hadiah ataupun amplop.
Jadi, jika kamu berfikir mereka pelit. Aku rasa, tidak. Toh mereka menolak hadiah, dan ayah dari
Di kemudian hari, ternyata aku bertemu dengan Pak Iman Supriyono dalam suatu acara sharing mengenai bisnis di Palembang. Saat itu aku tidak sadar bahwa beliau adalah orang di balik cerita yang viral di WhatsApp dua tahun lalu.
Ini adalah foto peserta dengan Pak Iman. Aku meng-uploadnya di instagram.
Bersama Pak Iman |
Dan ternyata, ada orang lain yang menuliskan ulang cerita Pernikahan putrinya Pak Iman di blog ini. Juga diberitakan pula oleh website pwmu.co.
Aku telah membaca tulisan itu dengan saksama dan tempo yang tidak sesingkat-singkatnya.
Setelah itu, aku mengambil inisiatif. Aku mengirimkan link tulisan tersebut ke beberapa teman perempuan
Eh, ngga ding. Bercanda!
Banyak dari mereka - para teman perempuanku - yang tidak sepakat dengan konsep pernikahan seperti itu.
Salah seorang dari mereka berkata seperti ini, sebut saja namanya si dia.
"Aku kasih tulisan ini ke Ummiku, kak. Kata Ummi, mereka pelit sekali karena konsep pernikahan seperti itu. Padahal kan pernikahan itu sekali seumur hidup. Harusnya acaranya lebih meriah."
Si dia memanggilku kak karena aku adalah kakak tingkatnya di kampus. Btw, gawaiku barusan berdering. Si dia baru saja mengirim pesan singkat di WhatsApp. Hampir saja aku menulis nama aslinya di sini, wkwkwk.
Apakah ini sebuah pertanda? #Eaa
Oke, lanjut. Bagaimana korelasinya?
As you know, di cerita sebelumnya aku adalah orang yang cenderung anti sosial alias Ansos. Atau mungkin juga introvert (?).
Sulit bagiku untuk bertemu banyak orang, aku sudah membayangkan di hari pernikahanku nanti aku akan bersalaman dengan banyak orang tidak aku kenal selama berjam-jam.
Waah, aku akan sangat tidak nyaman dengan kondisi seperti itu. Sungguh.
Kemudian, kalau kamu memang mengenalku sejak lama, aku adalah orang yang cukup hemat (pelit) dalam urusan uang. Apalagi urusan resepsi pernikahan yang memakan biaya besar seperti ini. Aku akan merancang biaya yang sangat super hemat untuk acara seperti ini.
Pasca akad nikah, akan ada anak orang yang harus aku kasih makan setiap hari.
Dan itu butuh uang, wkkwkw.
Maka, aku sangat mengimpikan konsep pernikahan seperti anaknya Pak Iman tadi. Dari keempat konsep, tiga konsep akan aku terapkan. Kecuali konsep keempat.
Aku masih tetap akan senang hati menerima hadiah dan amplop dari kalian, kawan!
Hahaha.
Jika hari biasa, tidak ada musibah pandemi seperti ini. Aku akan melakukan pernikahan dengan cara minimalis. Tidak mengundang tetangga, hanya keluarga dekat.
Akan banyak bisik-bisik tetangga, tuduhan yang bukan-bukan seperti....
"Pasti itu hamil duluan"
Haha.
Aku rasa, konsep pernikahan seperti putrinya Pak Iman. Jika diterapkan di lingkunganku, hanya akan cocok dilaksanakan pada suasana pandemi Covid-19 seperti ini. Malahan, memang harus dilakukan seperti ini.
Kalau kamu mau "foya-foya" pesta seperti biasa. Hal ini tidak akan bisa, dilarang pemerintah.
Dan mungkin, jika besok aku datang ke rumah si dia dan menemui Ummi.
Aku yakin. Ummi pasti menyetujui konsep pernikahan sederhana yang aku bawa.
Hahaha.
Selamat menempuh hidup baru, sepupuku! |
Tags:
Opini
36 komentar
Panutanqu dalam pesta pernikahan : Mbak Suhay Salim yang nikah di KUA dan cuma pake jeans + cardigan doang wkwkkw
BalasHapusSepakat banget bahwa yang penting dari pernikahan itu adalah hari hari setelah akad dan resepsi. Kalau ada uang lebih, mending buat usaha atau nyicil kpr syariah ketimbang pesta pesta yang seringkali banyak mubazir dan banyak hal unfaedah (utk ga dibilang maksiat)
Tapi mari bawa pernikahan ke alam realitas masyarakat indonesia dan dusun masing-masing. Dan tunggu dua keluarga besar bertemu ~
Mon maap aku bukan orang dusun. Aku orang kota, yaa awkwkwkk.
HapusBercanda, ding 🙏
Siapakah si dia?
BalasHapusDalam menulis, terkadang aku menggunakan gaya bahasa yang diromantisasi dan didramatisasi. Wkwk.
HapusJadi ada kisah yang nyata, ada yang tidak.
Btw, kamu siapa?
Setuju banget dengan konsep pernikahan minimalis! Karena sejujurnya diriku, walaupun perempuan, lebih menidamkan konsep pernikahan yang minimalis, bahkan jika bisa hanya nikah di catatan sipil aja, itu lebih baik. Asal pernikahannya Kudus dan langgeng toh? Setidaknya itu menurutku.
BalasHapusSemoga konsep pernikahan apapun yang nanti akan dialami di masa depan, pernikahanmu bisa langgeng terus ya. Amiin.
Halo salam kenal mba. Btw makasih udah mampir 😀🙏
HapusRena pribadi juga pengennya kalo nikah nanti ya acaranya biasa-biasa saja. Namun di daerahku, akan ada bisik-bisik tetangga jika acara pernikahan hanya sekedar akad dan resepsi sederhana. Maksudku, di sana sudah biasa dengan tamu yang membludak dari berbagai desa. Maklum saja, ikatan kekeluargaan di daerahku masih sangat kental. Kemudian juga mengenai resepsi, seolah sudah menjadi tradisi yang dimulai entah kapan. Sesederhana apapun keluarga yang punya hajatan tersebut, setidaknya tetap akan ada organ sebagai hiburan. Terlebih ketika mereka termasuk golongan menengah ke atas + anaknya hanya satu atau dua, maka akan lebih meriah lagi acaranya. Begitulah fakta yang ada. Ini terjadi ketika bukan musim covid hehe
BalasHapusNah itu. Sorry to say yah. Menurutku, musik seperti itu cukup mengganggu. Eheheh....
HapusSepaket sih.. Buat apa mewah2, ujung2ny masih tinggl di rumh org tua, makan msh mnta sma orng tua..
BalasHapusSangat menginspirasi tulisanya om..
Terima kasih sudah membaca, ponakkanku wkwkwkekwk
Hapusbagus tips pintar untuk menikah dengan budget ini, emang kebayang kalau ngundang orang dengan jumlah masive.
BalasHapusMakasih atas apresisasinya, dan makasih udah mampir kak 😀
Hapussebenarnya, soal menghemat ratusan juta rupiah, itu belum tentu.
BalasHapusSoalnya bisa kok, menikah dengan cara yang "biasa" - resepsi dan akad - namun tetap hemat. Pintar-pintar saja mengakali dan mau capek sedikit. Hehehe. Nggak beda jauh dengan yang akad saja tapi mengundang satu kampung. (halah!)
itu yang saya lakukan. Soalnya pernikahan minimalis tidak akan bisa dilaksanakan, berhubung keluarga besar menolak. Jadinya saya berusaha mengawinkan dua keinginan: saya dan keluarga besar. Maksimal, dengan biaya minimal.
Kalau soal capek bersalaman dengan orang tak dikenal berjam-jam, sesungguhnya saya juga mikir begitu pas belum nikah hahaha... dan akhirnya kejadian juga, no escape! :D
Tapi nggak seburuk yang dibayangkan, karena tertutup dengan bahagia sudah sah dengan si sayang. Nyengirnya ya berdua, sesama nggak kenal ya berdua. Dan saya masih bisa kabur ketika benar-benar sudah capek, berhubung resepsinya di rumah sendiri. Hahaha...
Kalau keluarga besar kedua pihak setuju dengan nikah sederhana - terlepas dari pandemik -, bagus banget itu mah. Soalnya jarang-jarang kan orang Indonesia mau begitu. Kebanyakan mau mengundang sekampung. Sayang, nggak semudah itu kenyataannya.
Tapi, selama kita ridho dan bisa berkompromi, bentuk pernikahannya bagaimana pun, InsyaAllah akan dinikmati, karena memang, yang penting kan kehidupan setelah menikahnya. Jadi soal ortu ingin kita menikah seperti apa, ya nggak usah dipusingkan, kalau memang tidak mengganggu kehidupan sehari-hari. (misalnya berhutang...) :)
Ngomong-ngomong, salam kenal! :)
Waaah, mantepp mbak. Selamat atas pernikahannya. Sepertinya asyik ya, jadi pengen cepetan ngikutin jejak langkahnya 😀
HapusSalam kenal kak dodo Nugraha.😃
BalasHapusMemang sekarang adalah saat yang tepat untuk menikah bagi pasangan yang ingin pesta pernikahan minimalis, soalnya kan dilarang pemerintah untuk menggelar hajatan besar. Kalo ditanya orang kan bisa bilang lagi ada Corona, padahal ingin ngirit.😁
Kira kira si dia akan mau diajak Mbojo ngga? 🤭
Heheheh, kalo si dia ndak mau. Masih banyak si dia" yang lain kok. Wkwkwk
HapusSalam kenal juga, mas. Aku tadi baca tulisan Panjenengan, kok kocak sekali ya hahaha
Telp berdering sepertinya itu tanda-tanda ia ada hati eaaaa .. 😃.
BalasHapusAda keuntungan juga menikah di masa pandemi ini, beaya tak jadi besar.
Oh, iya selamat ya buat pernikahan sepupu.
hehehe, btw makasih kang
HapusNikah itu yang penting pas akadnya sih menurutku hehe. Bakal jadi janji seumur hidup itu, bahkan klo beruntung bisa jadi jodoh sampe jannah ciaaa. Masalah resepsi lumayan sepakat sama beberapa poin di atas, hemat, lagian yg berlebih jg gak baik hehe
BalasHapusTernyata millenial hari ini banyak yg pengen nikah hemat, yaa. Ehehe...
Hapusmungkin kak dodo sudah banyak referensi tentang pelaksanaan pernikahan dari jadi panitia sampai jadi mc, terimakasih kak referensinya tapi kayaknya kalo untuk diterapkan di diri ini nanti kayaknya mustahil wkwk
BalasHapusWkwkwk ndak ck itu jugo..
HapusSaya selalu percaya bahwa akan selalu ada hal baik dalam peristiwa. Salah satunya pernikahan. Lebih hemat. Hihi...
BalasHapus#dwiki
Nikahlah bro hahaa
Hapusah bisa dicontoh nih
BalasHapussekalian pas ngisi google form ada isian buwuhan yang bisa dikirim lewat dompet digital (bagi yang biasanya titip buwuhan)
selain menghemat pengeluaran juga bisa menambah pemasukan hehehe
Eheeheh, betul juga kang
HapusKatanya (orang2) sih pernikahan itu murah yang mahal itu gengsinya.
BalasHapusBetool hahaaa
HapusNah, kalau kau dapat bini super kayo. Dan keluarga mrk ingin pesta pernikahan super meriah. Cak mano do?
BalasHapusDak apo, kan mereka yg ngeluari duit :v
HapusDia dia dia...
BalasHapusBuayo emang ngedeketin adek tingkat heuh!!!
*eh sorry nyepam
Oh, tidak. Itu adik tingkat yang ngedeketin kakak tingkat
HapusSama, nih, mas. Aku dulu juga punya impian buat nikah gak usah rame-rame pake resepsi. Maklum, aku orangnya introvert dan suka kikuk kalau ketemu orang. Eh, sama juga ya sifatnya. Atau jangan-jangan kita berdu bersaudara?? Hehehe😂
BalasHapusDulu pengennya cuma di KUA aja. Tapi karena budaya di kampungku sama seperti di daerah mas, jadi orang tua pengennya tetap ada resepsi. Walaupun gak mewah gitu, biasa aja acaranya. Soalnya takutnya kalau nikah di KUA, tetangga mikirnya negatif mulu. Padahal kan aku anak baik-baik. Gak mungkin aku yang iya-iya di luar nikah.😭😭😭
Jangan² kita saudara jauh. Ehehee...
HapusKalau di tempat saya sulit untuk nikah seadanya.
BalasHapusJadi saya dulu ikutin mau ortu aja :D
Untungnya ditanggung ortu *plak! hahaha
Sejujurnya, saya juga malas acara-acaraan, daripada bikin acara mending buat biaya hidup, beli rumah, isi rumah, itu jauh lebih menyenangkan, masalahnya ya ortu juga punya kehendak, jadinya ya ikut aja :D
Hehhe... Btw makasih udah mampir mbaak
Hapus